Kronologis Kasus BLBI [Bagian I]

November 14, 2008 at 10:30 am 5 komentar

Kasus BLBI ini sungguh sangat menarik perhatianku. Bukan hanya karena si Aulia Pohan menjadi tersangka dalam kasus ini. Tapi dikarenakan fakta-fakta yang terungkap di dalam persidangan dan realita sebenarnya yang terjadi dalam kasus ini.

1. Aku baru tau ternyata sungguh banyaksekali uang negara yang sebenarnya lenyap akibat BLBI ini, ratusan triliunan coy!!!!! Gilak. Sungguh-sungguh diluar akal sehat pikiranku.

2. Sangat banyak pemain yang terlibat dalam kasus ini. Kita sebut saja Mendiang Presiden Suharto, Menteri-menteri yang terkait pada jaman 1997-2004, seperti Menteri Perekonomian dan Perindustrian, Menteri Keuangan, dan bahkan Menteri Sekretaris Negara. Kemudian Pejabat-pejabat Bank Indonesia hampir semuanya terlibat, Mulai dari Gubernurnya, Direksi, Deputi, bahkan Koordinator Bidangnya juga terlibat. Kejaksaan Agung juga terlibat berikutnya, karena a, ku nilai sangat melindungi Obligor-obligor yang terlibat hutang BLBI, dan juga melindungi pejabat-pejabat Pemerintah dan BI. Apalagi Anggota DPR masa jabatan 1999-2004 yang menangani bidang Ekonomi dan Keuangan, dimana kita sudah tau semua pada masa itu ada usaha proses gratifikasi untuk melenyapkan kasus ini dari muka bumi. Wuihh…!!

Untuk sementara ini aja dulu uneg-uneg aku terhadap Kasus BLBI. Sekarang mari kita lihat dulu kronologi awal mulanya terjadinya kasus BLBI yang dimulai dari tahun 1997. Dibaca dengan seksama karena sangat panjang, biar paham terhadap masalah ini.

sumber : infoblbi.com

11 Juli 1997
Pemerintah Indonesia memperluas rentang intervensi kurs dari 192 (8 persen) menjadi 304 (12 persen), melakukan pengetatan likuiditas dan pembelian surat berharga pasar uang, serta menerapkan kebijakan uang ketat

14 Agustus 1997

Pemerintah melepas sistem kurs mengambang terkendali (free floating). Masyarakat panik, lalu berbelanja dolar dalam jumlah sangat besar. Setelah dana pemerintah ditarik ke Bank Indonesia, tingkat suku bunga di pasar uang dan deposito melonjak drastis karena bank-bank berebut dana masyarakat.

1 September 1997
Bank Indonesia menurunkan suku bunga SBI sebanyak tiga kali. Berkembang isu di masyarakat mengenai beberapa bank besar yang mengalami kalah kliring dan rugi dalam transaksi valas.

Kepercayaan masyarakat terhadap bank nasional mulai goyah. Terjadi rush kecil-kecilan.

3 September 1997

Sidang Kabinet Terbatas Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Pembangunan serta Produksi dan Distribusi berlangsung di Bina Graha dipimpin langsung oleh Presiden Soeharto. Hasil pertemuan: pemerintah akan membantu bank sehat yang mengalami kesulitan likuiditas, sedangkan bank yang ”sakit” akan dimerger atau dilikuidasi. Belakangan, kredit ini disebut bantuan likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

1 November 1997

16 bank dilikuidasi.

26 Desember 1997

Gubernur Bank Indonesia Soedradjad Djiwandono melayangkan surat ke Presiden Soeharto, memberitahukan kondisi perbankan nasional yang terus mengalami saldo debit akibat tekanan dari penarikan dana nasabah. Soedradjad mengusulkan agar mengganti saldo debit dengan surat berharga pasar uang (SBPU) khusus.

27 Desember 1997
Surat Gubernur BI dijawab surat nomor R-183/M.Sesneg/12/1997 yang ditandatangani Mensesneg Moerdiono. Isinya, Presiden menyetujui saran direksi Bank Indonesia untuk mengganti saldo debit bank dengan SBPU khusus agar tidak banyak bank yang tutup dan dinyatakan bangkrut.

31 Desember 1997

Keran uang Bank Indonesia mulai dibuka, dan mengucurlah aliran dana besar-besaran ke bank-bank yang saat itu mengalami masalah.

15 Januari 1998
Penandatanganan Letter of Intent. Dalam LoI, pemerintah mendapat pembenaran untuk memberikan bantuan likuiditas kepada bank yang sekarat karena krisis ekonomi.

26 Januari 1998
Pemerintah mengeluarkan Keppres No. 26/1998 tentang Program Penjaminan.

27 Januari 1998
BPPN didirikan dan tugas penagihan utang BLBI dialihkan ke BPPN

11 Februari 1998
Gubernur BI Soedradjad Djiwandono diganti oleh Syahril Sabirin. Salah satu direktur BI, Budiono, juga dicopot.

20 Februari 1998
Presiden Soeharto menyetujui pengembalian dana nasabah 16 bank yang dicabut izin usahanya, 1 November 1997.

5 Maret 1998
Pemerintah mengeluarkan Keppres No 34 Tahun 1998 tentang tugas dan wewenang BPPN

2 April 1998
Pemerintah mengumumkan akan mencetak Rp 80 triliun uang baru sebagai pengganti dana BI yang dikucurkan ke bank-bank yang dialihkan ke BPPN.

4 April 1998
Pemerintah membekuoperasikan (BB0) 7 Bank da mengambil alih 7 bank (BTO). Ini dikenal sebagai likuidasi tahap II.

10 April 1998
Menkeu diminta untuk mengalihkan tagihan BLBI kepada BPPN (Badan Penyehatan Perbankan Nasional) dengan batas waktu pelaksanaan 22 April 1998

Mei 1998
BLBI yang dikucurkan pada 23 bank mencapai Rp 164 triliun, dana penjaminan antarbank Rp 54 triliun, dan biaya rekapitalisasi Rp 103 triliun. Adapun penerima terbesar (hampir dua pertiga dari jumlah keseluruhan) hanya empat bank, yakni BDNI Rp 37,039 triliun, BCA Rp 26,596 triliun, Danamon Rp 23,046 triliun, dan BUN Rp 12,067 triliun.

4 Juni 1998
Pemerintah diminta membayar seluruh tagihan kredit perdagangan (L/C) bank-bank dalam negeri oleh Kesepakatan Frankfurt. Ini merupakan prasyarat agar L/C yang diterbitkan oleh bank dalam negeri bisa diterima di dunia internasional. Pemerintah nterpaksa memakai dana BLBI senilai US$ 1,2 miliar (sekitar Rp 18 triliun pada kurs Rp 14 ribu waktu itu).

21 Agustus 1998


Pemerintah memberikan tenggat pelunasan BLBI dalam tempo sebulan. Bila itu dilanggar, ancaman pidana menunggu.

21 September 1998
Tenggat berlalu begitu saja. Boro-boro ancaman pidana, sanksi administratif pun tak terdengar.

26 September 1998
Menteri Keuangan menyatakan pemerintah mengubah pengembalian BLBI dari sebulan menjadi lima tahun.

27 September 1998
Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan, dan Industri Ginandjar Kartasasmita meralat angka lima tahun. Menurut Ginandjar, pemerintah minta pola pembayaran BLBI tunai dalam tempo setahun.

18 Oktober 1998
Hubert Neiss (Direktur IMF kawasan Asia Pasifik) melayangkan surat keberatan. Dia minta pelunasan lima tahun.

10 November 1998
Pengembalian BLBI ditetapkan 4 tahun. Tahun pertama 27 persen, sisanya dikembalikan dalam tiga tahun dalam jumlah yang sama. Jumlah kewajiban BLBI dari BTO (bank take-over) dan BBO (bank beku operasi) saat itu adalah Rp 111,29 triliun.

8 Januari 1999
Pemerintah menerbitkan surat utang sebesar Rp 64,5 triliun sebagai tambahan penggantian dana yang telah dikeluarkan BI atas tagihan kepada bank yang dialihkan ke BPPN.

6 Februari 1999
BI dan Menkeu membuat perjanjian pengalihan hak tagih (on cessie) BLBI dari BI kepada pemerintah senilai Rp 144,53 triliun

8 Februari 1999
Penerbitan Surat Utang Pemerintah No SU-001/MK/1998 dan No SU-003/MK/1998.

13 Maret 1999
Pemerintah membekukan kegiatan usaha 38 bank, mengambil alih 7 bank, dan merekapitalisasi 7 bank

Februari 1999
DPR RI membentuk Panja BLBI

19 Februari 1999
Ketua BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) Soedarjono mengungkapkan adanya penyelewengan dana BLBI oleh para bank penerima. Potensi kerugian negara sebesar Rp 138,44 triliun (95,78%) dari total dana BLBI yang sudah disalurkan.

13 Maret 1999
Pemerintah mengumumkan pembekuan usaha (BBKU) 38 bank

14 Maret 1999
Pemerintah dan BI mengeluarkan SKB Penjaminan Pemerintah

17 Mei 1999
UU No. 23/1999 tentang Bank Indonesia ditandatangani Presiden Habibie. Dalam UU itu disebutkan bahwa BI hanya dapat diaudit oleh BPK, dan direksi BI tak dapat diganti oleh siapa pun.

1 September-7 Desember 1999
BPK mengaudit neraca BI per 17 Mei 1999 dan menemukan bahwa jumlah BLBI yang dapat dialihkan ke pemerintah hanya Rp 75 triliun, sedangkan Rp 89 triliun tidak dapat dipertangggungjawabkan. BPK menyatakan disclaimer laporan keuangan BI. Tapi, pejabat BI menolak hasil audit. Alasannya, dana BLBI itu dikeluarkan atas keputusan kabinet.

28 Desember 1999
Pemerintah melalui Kepala BPPN Glen Yusuf memperpanjang masa berlaku program penjaminan terhadap kewajiban bank.

Desember 1999
BPK telah menyelesai-kan audit BI dan terdapat selisih dari dana BLBI sebesar Rp 51 triliun yang tidak akan dibayarkan pemerintah kepada BI, terutama karena penggunaannya tidak dapat dipertanggung-jawabkan.

5 Januari 2000
Ada perbedaan jumlah BLBI antara pemerintah dan BI. Pemerintah menyebut BLBI sebesar Rp 144,5 triliun plus Rp 20 triliun untuk menutup kerugian Bank Exim (Mandiri). Tapi, menurut BI, masih ada Rp 51 triliun dana BLBI yang harus ditalangi pemerintah. Dana sebanyak itu diberikan BI kepada bank-bank yang mengalami kesulitan likuiditas selama November 1997-Januari 1998.

10 Januari 2000
Bocoran hasil audit KPMG (Klynveld Peat Marwick Goerdeler) yang ditunjuk BPK untuk mengaudit neraca awal BI beredar di kalangan wartawan. Audit itu menemukan bahwa penyelewengan BLBI berjumlah Rp 80,25 triliun.

29 Januari 2000
Audit BPK menemukan fakta bahwa 95,78 persen dari BLBI sebesar Rp 144,54 triliun berpotensi merugikan negara karena sulit dipertanggung-jawabkan.tersangka dalam kasus cessie Bank Bali.

21 Juni 2000
Gubernur Bank Indonesia, Syahril Sabirin, ditahan Kejaksaan Agung dengan status sebagai tersangka

Juli 2000
Menko Ekuin Kwik Kian Gie ingin merevisi MSAA, tapi Ketua BPPN Cacuk Sudarijanto menyatakan MSAA tetap berlaku.

22 Juli 2000
Hasil audit BPKP menunjukkan, dari total BLBI (posisi audit per 31 Januari 2000) sebesar Rp 106 triliun, Rp 54,5 triliun diselewengkan. Jumlah ini diberikan kepada 10 BBO dan 32 BBKU yang men-jadi obyek audit BPKP.

31 Juli 2000
LoI ketiga ditandatangani. BPPN diharuskan mengambil tindakan hukum terhadap semua obligor, termasuk penanda tangan surat penyelesaian utang MSAA (Master Settlement for Acquisition Agreement) yang tidak menaati pengembalian BLBI.

1 Agustus 2000
Presiden Abdurrahman menyetujui revisi MSAA, sehingga debitor tetap dapat dituntut bila aset yang mereka serahkan jauh di bawah jumlah utangnya.

Agustus 2000


Kepala BPPN hanya menarget-kan pengembalian utang BLBI sebesar 30-40 persen.

5 Agustus 2000
Giliran BPK mengumumkan hasil audit menyeluruh BLBI: dari Rp 144,5 triliun BLBI, potensi kerugian negara Rp 138,4 triliun; dan dari 48 bank penerima, ada penyelewengan penggunaannya sebesar Rp 84,8 triliun. Yang dapat dipertanggungjawabkan hanya Rp 34,7 triliun (25 persen).

September 2000
Deputi Gubernur BI, Burhanuddin Abdullah, menolak hasil audit BPK. Katanya, potensi kerugian negara dari BLBI yang besarnya Rp 138 triliun tidak proporsional. Lagi pula, dana itu keluar karena kebijakan presiden untuk menolong bank-bank yang sekarat.

9 Oktober 2000
Ketua BPK Billy Judono mengatakan bahwa BLBI sudah diberikan oleh BI sejak 1991 hingga 1996. Jadi, tidak benar bahwa BI hanya bertanggung jawab saat krisis saja.

18 Oktober 2000
Komisi IX DPR yang membidangi perbankan menolak jumlah BLBI yang ditanggung BI hanya sebesar Rp 24,5 triliun. “Jumlah ini merendahkan hasil audit BPK,” kata anggota dewan

26 Oktober 2000
Jaksa agung menunda proses hukum terhadap 21 obligor agar mereka punya kesempatan melunasi dana BLBI.

1 November 2000
DPR, Pemerintah dan BI menetapkan keputusan politik menyangkut pembagian beban antara Pemerintah dan BI terhadap dana BLBI yang sudah dikucurkan

Awal November 2000
Sumber di BI menyatakan, tanggung jawab BI terhadap BLBI hanya Rp 48 triliun, terhitung sejak 3 September 1997-29 Januari 1999, bukan sebelum dan sesudahnya

2 November 2000
BPK mengancam BI akan memberikan opini wajar dengan pengecualian terhadap laporan neraca BI jika dana BLBI tidak dapat dituntaskan.

17 November 2000
Pukul 16.30, pejabat teras BI menyatakan mundur serentak. Mereka yang mundur adalah Deputi Senior Gubernur Anwar Nasution, Deputi Gubernur Miranda Goeltom, Dono Iskandar, Achwan, dan Baharuddin Abdullah, dengan alasan tak mendapat dukungan politik pemerintah dan DPR. Sedangkan Syahril Sabirin, Achjar Iljas, dan Aulia Pohan tidak mundur. Pokok-pokok Kesepakatan Bersama antara Pemerintah dan BI ditetapkan. Berdasarkan kesepakatan ini, BI menanggung beban Rp 24,5 triliun dan sisanya menjadi beban Pemerintah.

3 Januari 2001
Dua Deputi BI Aulia Pohan dan Iwan G Prawiranata ditingkatkan berkasnya ke penyidikan berkaitan dengan keterlibatan mereka dalam penyalahgunaan dana BLBI

7 Maret 2001
DPR mengusulkan pembentukan Pansus BLBI DPR. Pembentukan Pansus ini dipicu oleh pernyataan Menkeu Prijadi Praptosuhardjo yang menyebutkan pemerintah belum menyepakati jumlah  tanggungan BI sebesar Rp 24,5 miliar.

10 Maret 2001


Pemilik BUN  Kaharuddin Ongko ditahan Kejaksaan Agung atas tuduhan penyelewengan dana BLBI

22 Maret 2001
Pemilik Bank Modern, Samandikun Hartono ditahan Kejaksaan Agung atas tuduhan penyelewengan dana BLBI

9 April 2001
Dirut BDNI Sjamsul Nursalim yang bersatus tersangka penyelewengan dana BLBI dicekal Kejaksaan Agung. Selain Sjamsul, David Nusawijaya (Sertivia) dan Samandikun Hartono (Bank Modern) juga dicekal.

29 Maret 2001
Kejagung mencekal mantan ketua Tim Likuidasi Bank Industri (Jusup Kartadibrata), Presider Bank Aspac (Setiawan Harjono).

2 April 2001
Pelaksanaan Program Penjaminan dana nasabah yang semula diatur melalui SKB antara BI dan BPPN diubah  dengan SK BPPN No 1036/BPPN/0401 tahun 2001.

30  April 2001
Kejagung membebaskan David Nusawijaya, tersangka penyelewengan BLBI. Selain itu, Kejagung juga mencekal 8 pejabat bank Dewa Rutji selama 1 tahun.

2 Mei 2001
Kejagung membebaskan 2 tersangka penyelewengan BLBI (Samandikun Hartono dan Kaharuddin Ongko) dan mengubah statusnya menjadi tahanan rumah.

19 Juni 2001
Wapresider Bank Aspac, Hendrawan Haryono dijatuhi hukuman 1 tahun penjara dan dikenai denda Rp 500 juta. Ia didakwa telah merugikan negara sebesar Rp 583,4 miliar

21 Juni 2001
Mantan Direksi BI Paul Sutopo ditahan di gedung Bundar oleh aparat Kejagung.

24 Januari 2002 (!!)
Gubernur BI Syahrir Sabirin mengeluarkan SK No 4/1/KEP.GBI/INTERN/2002 tentang pembentukan Satuan Tugas Penyelesaian BLBI. Satgas ini bertugas mengkordinasikan penyelesaian BLBI dan memberikan rekomendasi penyelesaian BLBI yang mencakup bidang keuangan, bidang hukum dan bidang citra. Satgas ini diketuai oleh M Ali Said, sedangkan Rusli Simandjuntak menjadi ketua I. Satgas dikordinasikan oleh Direktorat Keuangan Intern BI yang dijabat Bun Bunan Hupatea.

31 Mei 2002
Tim Bantuan Hukum Komite Kebijakan Sektor Keuangan menyampaikan Laporan Pemeriksaan Kepatuhan Anthony Salim, Andre Salim dan Sudono Salim untuk memenuhi Kewajiban-kewajibannya dalam MSAA tanggal 21 September 1998. Dalam bagian kesimpulannya, TBH antara lain menyatakan meski telah memenuhi sebagian besar kewajiban-kewajibannya, namun secara yuridis formal telah terjadi pelanggaran, atau kelalaian atau cidera janji atau  ketidakpatuhan, atas kewajiban-kewajibannya dalam MSAA yang berpotensi merugikan BPPN.

11 Januari 2007
Dua petinggi Salim Grup (Anthony Salim dan Beny Setiawan) menjalani pemeriksaan di Mabes Polri atas tuduhan telah menggelapkan aset yang telah diserahkan kepada BPPN sebagai bagian pembayaran utangnya. Aset yang digelapkan itu meliputi tanah, bangunan pabrik dan mesin-mesin di  perusahaan gula Sugar Grup

19 Februari 2007
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI di Gedung MPR/DPR RI menegaskan terhadap 8 obligor yang bermasalah, pemerintah akan menggunakan kesepakatan awal APU plus denda. “Kami tetap akan menjalankan sesuai keyakinan pemerintah bahwa mereka (delapan obligor BLBI, red) default. Tagihan kepada mereka adalah Rp 9,3 triliun,” tegas. Ke delapan obligor itu adalah James Sujono Januardhi dan Adisaputra Januardhy (Bank Namura), Ulung Bursa (Bank Lautan Berlian), Lidia Muchtar (Bank Tamara), Marimutu Sinivasan (Bank Putra Multikarsa), Omar Putihrai (Bank Tamara), Atang Latief (Bank Bira), dan Agus Anwar (Bank Pelita dan Istimarat).

18 September 2007
Sejumlah anggota DPR mengajukan hak Interpelasi mengenai BLBI  kepada Pimpinan DPR

4 Desember 2007
Rapat Paripurna DPR menyetujui Hak Interpelasi Atas Penyelesaian KLBI dan BLBI yang diajukan 62 pengusul.

21 Januari 2008
Ormas-ormas Islam yang tergabung dalam “Jihad Melawan Koruptor BLBI” memberikan penghargaan terhadap sejumlah anggota DPR yang dinilai benar-benar serius hendak mengungkap kasus BLBI.

28 Januari 2008
DPR – RI secara resmi mengirimkan surat kepada Presiden RI agar memberikan keterangan di depan Rapat Paripurna DPR sekaitan Hak Interpelasi atas penyelesaian KLBI dan BLBI.

29 Januari 2008
Ratusan orang yang tergabung dalam GEMPUR berunjuk rasa di depan gedung DPR. Mereka curiga ada anggota DPR yang menjadi beking para obligor BLBI.

12 Februari 2008
Pemerintah yang diwakili Menko Perekonomian Boediono menyampaikan jawaban pemerintah terhadap 10 pertanyaan terkait penyelesaian BLBI di depan Rapat Paripurna DPR. Ketika membacakan keterangan, lebih separuh anggota dewan meninggalkan ruang sidang. Pada awalnya, Rapat Paripurna diwarnai hujan interupsi yang mempersoalkan ketidakhdiran SBY dan lembaran jawaban yang hanya ditandatangani Boediono saja.

29 Februari 2008

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus, Kemas Yahya Rahman, menyatakan Tim 35 yang melakukan penyelidikan kasus ini BLBI I dan BLBI II tidak menemukan adanya pelanggaran pidana yang dilakukan Anthony Salim dan Sjamsul Nursalim. Menurut Kemas Yahya, sesuai dengan surat penyelesaian utang Master Settlement for Acquisition Agreement atau MSAA, kewajiban debitor kepada pemerintah dianggap selesai jika aset yang dinilai sesuai dengan kewajiban dan diserahkan kepada pemerintah. “Kami sudah berbuat semaksimal mungkin dan kami kaitkan dengan fakta perbuatannya. Hasilnya tidak ditemukan perbuatan melanggar hukum yang mengarah pada tindakan korupsi,” kata Kemas Yahya Rachman.

2 Maret 2008
Jaksa Urip Tri Gunawan yang menjadi ketua Tim Jaksa BLBI II dicokok aparat KPK seusai bertandang ke rumah milik pengusaha Syamsul Nursalim di Jalan Hang Lekir, Jakarta Selatan, Dari tangan Urip, penyidik KPK menyita uang sebesar US$ 660 ribu atau sekitar Rp 6 miliar. Uang ini diduga sebagai uang suap terkait kasus BLBI. Selain Urip, KPK juga menahan Artalyta Suryani, seorang pengusaha yang diketahui dekat dengan Sjamsul Nursalim dan juga Anthony Salim

2 Maret 2008

Wacana perguliran tentang hak angket mulai mengemuka di kalangan anggota DPR menyusul tertangkapnya jaksa Urip Tri Gunawan.

8 Maret 2008

Guru Besar Hukum Pidana Internasional Unpad Bandung, Romli Atmasasmita. mengusulkan agar KPK mengambil alih pengusutan BLBI. Menurut dia, kasus BLBI telah masuk ranah pidana, karena obligor yang tidak membayar menyebabkan negara rugi. Selain itu, ada unsur penipuan di dalamnya, karena tidak ada niat dari obligor nakal untuk melunasi utangnya. Saran ini mengacu pada pasal 8 ayat 2 UU KPK yang memberi wewenang KPK mengambil alih penyidikan atau penuntutan pelaku tindak pidana korupsi yang sedang dilakukan polisi atau jaksa.

10 Maret 2008

Usulan hak angket kasus BLBI sudah diedarkan kepada para anggota DPR. Usulan hak angket dimunculkan karena langkah penyelesaian kasus BLBI secara hukum yang dirintis Kejaksaan Agung ternyata berakhir antiklimaks. Kejagung menghentikan penyelidikan kasus yang diduga melibatkan sejumlah pengusaha kelas kakap itu. “Apalagi dengan adanya jaksa yang tertangkap tangan menerima suap. Inilah yang menyebabkan kami akan menggunakan hak angket,” ujar Dradjad Wibowo, anggota DPR dari Fraksi PAN

13 Maret 2008

Empat orang inisiator hak angket BLBI, Soeripto, Dradjad Wibowo, Abdullah Azwar Anas dan Ade Daud Nasution secara resmi menyerahkan draft hak angket kasus BLBI ke pimpinan DPR, Draft tersebut diterima langsung oleh Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar di ruang kerjanya. Sebanyak 55 anggota DPR telah memberikan tanda tangan sebagai bentuk dukungan.

6 Mei 2008

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan mengabulkan permohonan praperadilan Masyarakat Antikorupsi Indonesia terhadap surat perintah penghentian penyidikan (SP3) yang dikeluarkan Kejaksaan Agung atas kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Syamsul Nursalim. Kejaksaan Agung langsung menyatakan banding.

http://bcwbanten.blogspot.com/2008/02/skandal-blbi.html

http://www.antara.co.id/arc/2008/2/12/kpk-periksa-tiga-pejabat-terkait-kasus-aliran-dana-bi/

http://sijorimandiri.net/jl/index.php?option=com_content&task=view&id=16335&Itemid=87

Entry filed under: I'm very hate my country, Politik. Tags: , , .

Si Retno nih makin gemesin aja Kronologis Kasus BLBI [Bagian II]

5 Komentar Add your own

  • […] Lihat tulisan sebelumnya : Kronologis Kasus BLBI [Bagian I] […]

    Balas
  • […] siapa yang masuk? Siapa lagi kalo bukan Gerombolan Skandal BLBI Aulia Pohan, Bun Bunan Hutapea, Aslim Tadjuddin dan Maman Somantri. Mereka berempat resmi ditahan […]

    Balas
  • […] Lihat tulisan sebelumnya : Kronologis Kasus BLBI [Bagian I] […]

    Balas
  • 4. harahap  |  Mei 27, 2010 pukul 6:00 pm

    era sekarang memang susah bro,akan tetapi menurut pendapat saya,untuk kearah perubahan yang positif masyarakat kita mesti pintar untuk menilai mana pemimpin yang boleh diharapkan untuk membawa perubahan,tetapi ralitinya masyarakat kita gampang dibodohi, krn bila pemilu,pilkada,dan pil-pil yang lainnya,kalau udah dapat Rp20000 ya udah dialah yang akan menaiki tahta walhasil siapa yang merana kalau bukan masyarakat juga kan?satu contoh bro : di sumatera utara siapa yang meraja lela?PDI P juga kan? persoalannya apa yang PDI P mampu buat? hanya jadi preman bro………sori ya ni bukan anti PDI P

    Balas
    • 5. Anonim  |  Mei 28, 2018 pukul 10:30 pm

      Saya setuju sekali , tapi kalo masyarakat sudah tahu dan sudh pintr menganalisis pemerintahan kita yang bobrok tapi masyarakat tidak bisa melakukan apa apa, tetap saja yang berkuasa yang akan menang, kasus BlBI sudah 8 dekade tak kunjung usai sekarang mereka biasa saja menikmati tahta kejayaan di pemerintahan, kasus korupsi akan terus terjadi di indonesia selama “logrolling” masih dilakukan oleh calon pemimpin yang ingin menjadi pemimpin dengan cara menyuap dan bekerjasama dengan parpol yang punya tujuan tersendiri untuk kepentingan parpol nya . pure pemimpin di indonesi itu sepertinya gak ada .

      Balas

Tinggalkan komentar

Trackback this post  |  Subscribe to the comments via RSS Feed


Add to Technorati Favorites

RSS Lowongan CPNS SUMUT

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.

RSS Info terbaru Lowongan Kerja

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.

Chat me & See me at :

i_hate_mycountry@yahoo.com ihatemycountry@gmail.com Also_my_blog: ihatemycountry.com
November 2008
S S R K J S M
 12
3456789
10111213141516
17181920212223
24252627282930

RSS Si DaGu

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.

RSS detik.com update

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.

Yang Ngetop

  • Tidak ada

RSS Muslim Thinking 1

  • Sebuah galat telah terjadi; umpan tersebut kemungkinan sedang anjlok. Coba lagi nanti.

My Blog Rank

KampungBlog.com - Kumpulan Blog-Blog Indonesia Directory of General Blogs Personal Blogs - BlogCatalog Blog Directory

Statistik Blog

  • 192.523 pukulan
online counter

Peta Pengunjung

Visitors

SEO Stat

Feeds

Members Of: